Rabu, 07 Maret 2012

sajarah NKRI

MENEGAKKAN INTEGRITAS SISTEM
KENEGARAAN PANCASILA-UUD PROKLAMASI 45
(FRAGMEN 7 MARET 1965 DALAM ERA ORDE LAMA) *

LATAR BELAKANG
Rakyat Indonesia sebagai bangsa telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia Raya sepanjang penjajahan : kolonialisme-imperialisme sampai diberkati Kemerdekaan Nasional Indonesia Raya melalui puncak perjuangan : Proklamasi 17 Agustus 1945.
Rakyat Indonesia dengan kepemimpinan para pahlawan (the founding fathers) generasi demi generasi berjuang dan berkorban sampai tercapainya kemerdekaan nasional berwujud NKRI berdasarkan Pancasila-UUD Proklamasi 1945. Bangsa Indonesia mengakui bahwa kemedekaan Indonesia adalah atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, sebagai terumus dalam Pembukaan UUD 45, alinea 2 - 3 :

“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannnya “.

Menghayati anugerah dan berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, kita sebagai bangsa yakin bahwa kemedekaan nasional dan kedaulatan Indonesia Raya tegak dalam wujud NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45. Kita bersyukur dan bangga menerima (dan mengemban) amanat mulia demikian untuk ditegakkan, diwariskan dan dilestarikan bagi generasi penerus, rakyat dan bangsa Indonesia Raya seutuhnya ! Visi-misi demikian bermakna sebagai amanat kewajiban moral yang kita pertanggung jawabkan ke hadapan Allah Yang Maha Kuasa; sekaligus kepada the founding fathers yang mewariskan; juga kepada generasi penerus pemilik NKRI masa depan!.
Amanat filosofis-ideologis, dan konstitusional --- sekaligus amanat moral --- sesungguhnya terkandung sebagai jabarannya dalam UUD 45 seutuhnya, istimewa Pasal 29 :
(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Dasar negara dan ideologi negara Pancasila sebagai termaktub dalam Pembukaan UUD 45, terjabar secara konstitusional dalam Batang Tubuh (Pasal-Pasal) seutuhnya; dan diperjelas dalam Penjelasan UUD Proklamasi 45.
Amanat filosofis-ideologis dan konstitusional demikian bersifat imperatif (mengikat, memaksa) semua yang ada di dalam wilayah kekuasaan (kedaulatan) hukum Indonesia


I. MENGHAYATI SEJARAH NASIONAL INDONESIA RAYA DAN NKRI
Kita bangga dan bersyukur senantiasa atas sejarah nasional bangsa Indonesia Raya se-Nusantara, mulai awal sejarahnya sampai puncak abad XXI ini, yang secara skematis terlukis dalam skema 1.

INTEGRITAS WAWASAN NASIONAL DALAM NKRI

RAKYAT INDONESIA SEBAGAI BANGSA DAN SDM INDONESIA
NUSANTARA INDONESIA RAYA
DALAM DINAMIKA GLOBALISASI–LIBERALISASI–POSTMODERNISME

skema 1 (MNS, 2007)

A. Sejarah Nasional Indonesia Raya
Lukisan dalam skema 1 membuktikan bagaimana dinamika sejarah nasional yang amat panjang, dalam dinamika pasang surut, pengorbanan dan pengabdian yang membanggakan. Sebagai bangsa yang mewarisi pandangan hidup (filsafat hidup, Weltanschauung), yang kemudian terkenal sebagai Filsafat Pancasila. Filsafat hidup ini menjiwai kehidupan rakyat sebagai bangsa yang bermartabat, yang memancarkan nilai sosio-budaya yang berkepribadian nasional Indonesia Raya. Nilai mendasar ini merupakan identitas dan integritas (jiwa bangsa, Volksgeist) atau jatidiri nasional Indonesia Raya .
Berdasarkan nilai-nilai fundamental ini watak dan kepribadian SDM Indonesia terbentuk, untuk senantiasa menilai dan membudayakan s e s u a t u (untuk melakukan atau tidak melakukan; untuk meterima atau menolak) hanya dengan landasan asas normatif filsafat hidup yang telah menjiwainya generasi demi generasi.


B. Dinamika NKRI Negara Proklamasi 45 dalam Romantika Revolusi
Rakyat Indonesia sebagai bangsa yang dipelopori The founding fathers, dan diwakili oleh PPKI dengan musyawarah mufakat, dan hikmat kebijaksanaan serta kepemimpinan kenegarawanan menetapkan NKRI sebagai negara berdasarkan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD 45 (UUD Proklamasi 45).
Dalam dinamika internasional --- dengan membandingkan antar sistem ideologi negara --- wajarlah kita mengakui bahwa Indonesia Raya tegak sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat dalam Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 --- yang sejajar dengan semua bangsa dan negara modern dalam pergaulan internasional! ---.
Dinamika sejarah NKRI sebagai Negara Proklamasi 45, terlukis dalam kronologis berikut:
1. Negara Indonesia Raya (NKRI) merdeka 17 Agustus 1945;
2. NKRI dalam Revolusi; dengan UUD RIS 1949 – 1950 (sebagai hasil kompromi dengan Belanda melalui KMB);
3. NKRI berdasarkan UUD RI Sementara 1950 (sebagai wujud tekad Negara Kesatuan, yang dijwai sila III Pancasila); dengan praktek sistem demokrasi liberal dan Parlementer (1950 - 1959);
4. NKRI (kembali) berdasarkan UUD Proklamasi 45 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
5. Dalam dinamika dan romantika revolusi Indonesia, Presiden RI menggalang poros revolusioner Jakarta-Peking (sekarang: Beijing)-Pyong Yang dalam rangka menghadapi tantangan nekolim (= neo-kolonialisme-imperialisme!) dalam NKRI, komando revolusioner ada dalam otoritas Presiden/PBR/Pangti/Mandataris MPRS.
6. Bung Karno berpikir revolusioner dalam asas dialektika; antara pendukung revolusioner dan musuh revolusioner; dengan kategori: revolusioner dan kontra-revolusi. Inilah dialektika revolusi; rakyat terbelah antara revolusioner dan kontra-revolusioner. Aksi-aksi revolusioner ini didominasi potensi politik nasionalis-kiri: kaum nasional---yang dulu terkenal dipimpin Mr. Ali Sastroamidjojo dan Ir. Surachman. Oleh rakyat yang moderat dan tidak sepaham dengan dialektika revolusi kepemimpinan mereka disebut PNI Asu (akronim : Ali Sastroamidjojo dengan Surachman). Mereka berhadapan dengan PNI Osa-Usep.
7. NKRI berdasarkan UUD 1945 (1959 – 1965) menegakkan sistem demokrasi terpimpin berdasarkan Ajaran Pemimpin Besar Revolusi; dengan praktek budaya sosial-politik: NASAKOM.
Melalui praktek budaya sosial-politik NASAKOM (mulai NASAKOM jiwaku, sampai NASAKOMISASI) kepemimpinan semua kelembagaan negara, makin berkembanglah ideologi marxisme-komunisme-atheisme! Karena “perjuangan” PKI yang terus “membudayakan” revolusi!... berpuncak : dengan bencana dan tragedi nasional kudeta G30S/PKI 1 Oktober 1965.

Komponen bangsa yang anti-marxime-komunisme-atheisme dihujat PKI sebagai kaum kontra-revolusioer; yang bekerjasama dengan nekolim (=neo-kolonialisme-imperialisme: Amerika Serikat).


II. INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA-UUD PROKLAMASI 45
Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional) Pancasila secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut :

A. Sistem Filsafat Pancasila sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara
Filsafat Pancasila (Dasar Negara dan Ideologi Negara) memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas martabat manusia, sebagai pancaran asas moral (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila yang bersumber asas normatif theisme-religious, secara fundamental sbb:
1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II: hidup, kemerdekaan dan hak milik/rezki); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I).
b. Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c. Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa), atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian). Manusia terikat dengan hukum alam dan hukum moral !.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (sistem demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). Asas-asas fundamental ini memancarkan identitas, integritas dan keunggulan sistem kenegaraan RI (berdasarkan) Pancasila – UUD 4, sebagai sistem kenegaraan Pancasila.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya --- karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia universal!---.

B. Sistem Kenegaraan Pancasila Terjabar dalam UUD Proklamasi 45
Sistem Kenegaraan Pancasila dalam UUD Proklamasi 45 nampak dalam Keunggulan Sistem Kenegaraan Indonesia Raya; dalam asas dan sistem berikut :

Keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 sebagai jabaran asas filosofis-ideologis Pancasila --- istimewa filsafat dan ideologi Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara --- terjabar dalam Keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila --- yang menyempurnakan Keunggulan Natural-Sosial-Kultural dan SDM Indonesia Raya sebagai anugerah dan amanat Allah Yang Maha Kuasa, Maha Rahman dan Maha Rahim bagi Indonesia Raya ---. Karenanya, amanat ini wajib kita syukuri dengan mengembangkan, membudayakan, mewariskan dan melestarikan demi generasi penerus!

Sedemikian istimewa berkat dan rahmat Allah bagi bangsa dan NKRI, wajarlah kita sebagai bangsa bersyukur dan bangga; dan siap bela-negara (membudayakan dan melestarikannya) demi generasi penerus supaya senantiasa tegak sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat, jaya dan bermartabat!
Jadi, bagaimana sistem kenegaraan bangsa itu, ialah jabaran dan praktek dari ajaran sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya masing-masing. Berdasarkan asas demikian, kami dengan mantap menyatakan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila, dan terjabar (pedoman penyelenggaraanya) dalam UUD Proklamasi 45 --- yang orisinal, bukan menyimpang sebagai “ terjemahan “ era reformasi yang menjadi UUD 2002 --- yang kita rasakan amat sarat kontroversial, bahkan menjadi budaya neo-liberalisme !
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional inilah amanat nasional dalam visi-misi Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila dan Ideologi Nasional! Visi-misi mendasar dan luhur ini menjamin integritas SDM dalam Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD 45.
Tantangan oleh (bangsa dan ideologi apapun) akan kita hadapi dengan kesetiaan nasional sebagai kewajiban dan amanat konstitusional dan amanat moral! Karena itulah, ideologi marxisme-komunisme-atheisme yang diperjuangkan PKI, juga ideologi liberalisme-kapitalisme-sekularisme dan neo-imperialisme akan senantiasa kita hadapi dengan jiwa kesetiaan ksatria-bhayangkari integritas NKRI!
III. INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA-UUD PROKLAMASI 45 DALAM TANTANGAN REVOLUSI KOMUNISME (PKI)
Menghayati dengan kebanggaan dan syukur atas Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, adalah pancaran (manifestasi) jatidiri nasional dan kebanggaan atas kebenaran sistem filsafat hidup Pancasila (ideologi nasional, ideologi negara) Indonesia Raya. SDM Indonesia Raya senantiasa setia dan bangga, siap dan rela bela negara sebagai perwujudan bela (diri) kepribadian nasionalnya (martabat nasional Indonesia Raya).
Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 tegak berkat terlaksananya semua asas dan kaidah fundamental Dasar Negara dan Ideologi Negara Pancasila sebagaimana diamanatkan UUD Proklamasi 45. Asas demikian hanya tegak berkat kesetiaan semua SDM bangsa menegakkan asas budaya dan moral (filsafat) Pancasila. Karena setiap momen, berbagai ideologi mengancam Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dalam rangka politik supremasi ideologi: baik liberalisme-kapitalisme dan neo-kolonialisme; sinergis dengan ideologi marxisme-komunisme-atheisme (PKI)!

A. Ideologi Marxisme-Komunisme-Atheisme dalam Revolusi Komunisme (PKI)
Berdasarkan Doktrin dan Dogma marxisme-komunisme-atheisme yang dilandasi dialetika-historis-materialisme, asas dan budaya PKI menerapkan asas dialektika: thesis X antithesis = sinthesis. Dalam dinamika dan romantika revolusi Indonesia, PKI menganggap PKI adalah thesis …… yang berhadapan dengan antithesis ---yang mereka anggap kaum kontra revolusi, terutama ekstrim kanan dan kaum nekolim.
Dalam NKRI kaum kontra revolusi, terutama umat Islam ---yang theisme-religious sebagai penghalang tujuan revolusi PKI. Karenannya, semua komponen Islam harus disingkirkan dan dihancurkan ! Komponen pemuda mahasiswa Islam (terutama : HMI) selalu mereka hujat sebagai kontra-revolusioner yang harus dibubarkan.
Melalui berbagai media dan agitasi-provokasi politik PKI mereka terus menghujat HMI.
Pada hari Minggu 7 Maret 1965, tokoh PKI, Ketua Umum PWI Pusat A. Karim DP dihadapan massa PKI (IPPI, CGMI, Gerwani, Sobsi, dan CCD Kabupaten/Kota Malang, di Pendopo Kabupaten Malang sekali lagi menghasut dan menghujat HMI.
Rakyat Kota Malang, dipelopori pemuda Islam (GP Ansor, Kokam, PII, dan HMI) dengan berbagai komponen warga masyarakat bangkit menyerbu dan melempari batu mereka yang ada di Pendopo Kabupaten. Dengan kumandang Allahu Akbar, ganyang PKI mereka diserbu dan dilempari batu. Pertemuan kacau balau; mereka lari cerai berai.
Penduduk kota Malang melampiaskan kemarahannya dengan menebang/menebas semua papan nama organisasi PKI (Pemuda Rakyat, Sobsi, Gerwani, IPPI) sampai keseluruh kabupaten Malang. Unjuk rasa ini sekaligus show of force potensi rakyat dan pemuda Islam dalam solidaritas yang solid ! Gebrakan anti PKI, anti Nasakom dan anti revolusi bergaung nasional, regional dan internasional !
Pemerintah Pusat segera bertindak; dengan membawa tokoh-tokoh demonstrasi itu ke Jakarta untuk diproses dan di intrgrasi.
Fenomena sepenggal mata rantai sejarah revolusi Indonesia, ternyata adalah bagian potensi rakyat untuk menghadang dan menentang semua strategi proloog G30S/PKI 1 Oktober 1965, sebagai isyarat umat Islam (theisme) adalah kontra atheisme!.
B. Kudeta (Makar) G30S/PKI atas Integritas NKRI Negara Proklamasi 45
Manakala ada komponen bangsa, lebih-lebih orsospol yang memiliki sistem ideologi yang tidak sesuai dan atau bertentangan dengan Dasar Negara dan Ideologi Negara Pancasila,

secara ideologis dan konstitusional adalah tindak separatisme ideologi (pengkhianatan atas konstitusi, makar). Karenanya, secara ideologis dan konstitusional rakyat akan bangkit menumpas tindakan makar --- sebagai tindakan kesetiaan bela-negara! ---

Sesungguhnya, bila rakyat Indonesia tidak bangkit melawan dan menumpas mereka, bangsa dan NKRI akan diruntuhkan untuk mereka membangun bangsa dan negara yang berideologi marxisme-komunisme-atheisme --- yang bertentangan dengan mental dan moral Pancasila (theisme-religious).
Sejarah Indonesia Merdeka juga mencatat bahwa negara kita menumpas semua tindakan makar, mulai separatisme kedaerahan (provinsialisme), ekstrim kanan; sebagaimana juga kita menumpas dan mengikis ekstrim kiri! Makna dan bukti sejarah demikian, bangsa Indonesia secara nasional senantiasa bela dasar negara dan ideologi negara Pancasila demi tegaknya kemerdekaan, kedaulatan dan martabat nasional dalam integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Dinamika dan romantika revolusioner sungguh-sungguh dimanfaatkan PKI--- karena sinergis mulai asas dialektika sampai metode politik revolusioner! Penggalangan poros Jakarta-Peking (sekarang: Beijing)-Pyong Yang juga dimanfaatkan oleh RRC untuk mengatur konspirasi bagaimana NKRI mengikuti jejak revolusioner rakyat China. Sejarah mencatat revolusi China meruntuhkan Republik China Nasionalis 1 Oktober 1949, dengan mendirikan RRC. Hari keramat revolusi China mereka harapkan juga sukses dengan revolusi PKI melalui kudeta 1 Oktober 1965 (mereka juga meyakini revolusi komunis di Rusia 17 Oktober 1917; jadi, Oktober dianggap bulan keramat, penuh berkah dari berhala ideologi komunisme-atheisme!) Nampak jelas, pilihan revolusi Oktober (G30S/PKI) bukan saja hasil konspirasi, melainkan juga dilandasi ideologi revolusi yag dikeramatkan! Konspirasi RRC dan PKI semuanya terbuka baik oleh penelitian pakar-pakar luar negeri, maupun fakta dalam penyelesaian hukum G30S/PKI di Jakarta.

B. Asas Penghayatan dan Penilaian Sejarah (Nasional)
Sebagai manusia, bahkan sebagai bangsa kita adalah bagian dari dinamika sejarah, baik nasional maupun internasional. Sebagaimana juga pribadi manusia hidup dalam antar-hubungan multi faktor; mulai faktor internal (potensi pribadi), faktor eksternal (lingkungan hidup, sosial-ekonomi keluarga dan masyarakat; kondisi nasional keseluruhan; bahkan kehidupan budaya dan peradaban internasional/global/universal!).
Penghayatan demikian secara mendasar dan filosofis dilukiskan sebagai asas dinamika integral-fungsional-universal; sebagai wujud hukum alam (natural law; atau Sunnatullah). Adalah juga potensi kepribadian manusia/SDM sebagai makhluk yang dianugerahi kepribadian unggul-agung-mulia --- berkat potensi kejiwaan: rasio dan cita karsa; dan mental-spiritual-moral sebagai potensi budinurani dan kerokhanian manusia! ---. Karenanya, integritas martabat manusia sungguh unggul-agung-mulia yang akan dinikmati dalam keabadian --- dunia dan akhirat, berdasarkan filsafat dan agama Islam khususnya ---.

C. Asas dan Penilaian Sejarah
Kesadaran manusia senantiasa berkat potensi kepribadian yang sinergis dengan keyakinan dan penghayatan nilai-nilai; terutama meliputi sebagai diuraikan dengan ringkas di bawah.
Bagaimana manusia (terutama ilmuan, pakar) secara umum menghayati dan menilai sejarah, yang dalam fenomena kebangsaan dan kenegaraan --- sekarang amat kontroversial! ----.
Asas penilaian secara a-priori (niscaya, kodrati) sesuai dan berdasarkan atas keyakinan hidupnya; baik nilai filsafat dan atau ideologi; maupun nilai budaya dan agamanya! Jadi, penilaian obyektif yang dimaksud dalam opini umum, bukanlah penilaian yang tidak dijiwai dan dilandasi oleh sistem nilai-nilai tersebut! Misalnya, kita perhatikan melalui analisa berikut:

1. Asas-asas Rasional Ilmiah (Kultural)
a. Pribadi manusia sebagai pelaku atau saksi sejarah: mengalami dan menyaksikan langsung peristiwa, kasus, kejadian berbagai fragmen sejarah. Artinya, pribadinya secara aktual mengalami sendiri; self-evidence dalam dirinya. Fakta ini dialami sebagai realitas yang aktual.
b. Pribadi sebagai saksi peristiwa; secara langsung tidak mengalami / menghayati bagaimana kasus fragmen sejarah itu “menyentuh”, atau menimpa dirinya. Bagaimana keluarga Pahlawan Revolusi hari Jum’at 1 Oktober 1965 (jam 03.00 – 05.00) pagi itu aktual dalam keluarganya; menyentuh kepribadiannya: indera, rasa karsa, akal dan budinuraninya. Mereka memiliki penilaian objektif, atau subjektif?
c. Pribadi, khususnya ilmuan / pakar; bahkan pakar sejarah menyaksikan dengan membaca berbagai data kepustakaan, berdialog antar-pakar sejarah; baik pakar senior yang menyaksikan sejarahnya, maupun pakar yang “hanya membaca” laporan berbagai sumber. Secara kumulatif, ia menyimpulkan suatu kebenaran yang dia anggap benar, valid, dan terpercaya!
d. Pakar atau tokoh dan kader politik --- dengan wawasan dan ideologi tertentu --- pastilah menghayati dan menilai peristiwa sejarah itu dijiwai, dilandasi dan berpedoman (“kacamata”) nilai-nilai ideologisnya. Kesimpulannya, “objektif” berdasarkan nilai-nilai kolektivitasnya; yang pasti berbeda atau bertentangan dengan objektivitas kolektivitas --- berdasarkan asas ideologi yang berbeda.
e. Berdasarkan kuantitas dan kualitas sumber data dan kepustakaan dari tokoh-tokoh/pakar bervariasi: dalam negeri dan luar negeri, makin banyak data untuk dipertimbangkan dan dipilih berdasarkan akal sehat-rasional-ilmiah akan makin banyak dan kaya alternatif kesimpulan validitas kebenaran yang kita pilih! Artinya, sumber yang kaya memberikan pilihan yang cukup untuk yang terbaik!
Kesimpulan :
1) Bila dalam Pemilu, kandidat mendapat suara terbanyak dia dianggap terpilih sebagai pemimpin yang menerima mandat / kepercayaan orang banyak (mayoritas: 51%).
2) Bila kandidat hanya mendapat suara tidak mayoritas (=minoritas) dia tidak dianggap yang terbaik (mungkin baik); jadi, tidak dibenarkan untuk memimpin (tidak mendapat mandat dan legalitas secara sosial-politik).
Artinya, kebenaran politik demikian didasarkan atas pertimbangan / pilihan berdasarkan perbandingan antara : suara terbanyak dan yang kurang banyak; dalam budaya dan moral politik = mayoritas berbanding minoritas.
Adagium dan dogma sosial-politik dalam moral demokrasi (universal) = Majority Ruler, Minority Rights, dengan makna secara normatif-imperatif: mayoritas memiliki legalitas dan otoritas sebagai pemerintah (memerintah); dengan kewajiban melindungi (mengayomi) hak-hak minoritas!. Tegasnya, minoritas tidak memiliki legalitas dan otoritas untuk “memerintah”, atau mengatur; melainkan dapat “mengontrol” sebagai oposisi!
Demikian pula, menurut asas filsafat hukum tentang makna universal cita hukum (keadilan, justice); terutama:

“....THIS HAS AT ALL TIMES FOUND ITS MOST UNIVERSAL EXPRESSION IN THE IDEA OF JUSTICE. BUT IT WOULD BE FUTILE TO ATTEMPT A UNIFORM DEFINITION OF JUSTICE, FOR THAT TERM SIMPLY IS INTENDED TO STATE WHAT IS ABSOLUTE AND A PRIORI IN THE LAW, AND SO IT COVERS WHATEVER ANY WORLD OUTLOOK (WELTANSCHAUUNG) MAY REQUIRE OF THE LAW.” Emil Lask dalam Wilk (1950: 21; 123)

Jadi, benar dan adil secara universal berdasarkan kaidah fundamental bangsa negara, yakni: WORLD OUTLOOK (WELTANSCHAUUNG); dalam NKRI hanyalah filsafat Pancasila!
Kebenaran PKI untuk apapun, berdasarkan filsafat apa; kecuali: marxisme-komunisme-atheisme--- yang sesungguhnya bertentangan dengan kondrat kerokhanian martabat manusia secara universal! (di negara Unie Soviet ataupun Rusia telah terbukti runtuh karena bertentangan dengan moral agama!)

Jadi, dalam NKRI warganegara Indonesia Raya mayoritas pembela setia negara Pancasila (filsafat dan ideologi Pancasila, UUD Proklamasi 45) dibandingkan PKI dengan ideologi marxisme-komunisme-atheisme yang bertentangan dengan semua nilai ajaran filsafat Pancasila, bahkan dengan UUD Proklamasi 45. Adalah tidak rasional, tidak nasional, tidak konstitusional bahkan tidak bermoral Pancasila siapapun yang membela dan membenarkan tindakan makar PKI (1948 maupun 1965; dan kapanpun kemudian hari).
Jadi, hanya revolusi yang menindas rakyat Indonesia Raya dan ideologi Pancasila yang mungkin memaksa adanya ideologi marxisme-komunisme-atheisme (PKI, neo-PKI, KGB).
2. Asas-asas Doktrin Filosofis-Ideologis dan atau Dogma Agama :
a. Doktrin yang menyatakan bahwa: ilmu pengetahuan adalah bebas nilai --- sesungguhnya adalah doktrin dan dogma ajaran sistem filsafat dan ideologi liberalisme (yang bersumber dari ajaran filsafat Natural Law). Karena mereka adalah bangsa dan negara yang supra-modern, dan memiliki otoritas negara adidaya serta supremasi ideologi (bahkan supremasi neo-imperialisme) semua ilmuan “terpesona” --- tergoda dan terlanda, seperti terhipnotis --- sehingga “membudayakan” doktrin ilmu bebas nilai ! Praktek asas budaya dan moral sekularisme; free fights liberalism! Dan individualism!
b. Doktrin demikian ditumpangi oleh praktek ideologi marxisme-komunisme-atheisme untuk bukan saja membudayakan bahwa ilmu (termasuk ilmu sejarah) bebas nilai, melainkan juga semua unsur kehidupan, tingkah laku manusia seutuhnya bebas nilai!
Bagi kita mengerti dan menghayati doktrin di atas amat cukup memahami. Karena, kita sadar bahwa mereka dijiwai keyakinan ideologi (sebagai filsafat hidupnya) ialah “asas moral” sekularisme dan atheisme!
c. Kita bangsa Indonesia khususnya --- penganut filsafat hidup Pancasila sekaligus penganut nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa / Theisme-religious / monotheisme- religious bukan saja sebagai doktrin dan dogma hidup kita, melainkan sebagai wujud kualitas dan integritas kerokhanian kita --- integritas martabat kepribadian bangsa kita ---, pastilah dengan tegas, konsisten (istiqomah) dan tegar sampai akhir hidup (khusnul khotimah) senantiasa dijiwai nilai dan asas moral Ketuhanan Yang Maha Esa.

D. Kontroversial Penilaian Sejarah PKI
Dinamika era reformasi melahirkan budaya kebebasan. Reformasi Indonesia 1998 mengusung visi: kebebasan (=liberalisme), demokrasi (liberal) * , atas nama HAM sekaligus mengikis KKN yang kemudian dipraktekkan sebagai budaya liberalisme dan neo-liberalisme.
Budaya sosial-politik atas nama demokrasi dan HAM ternyata membudayakan “moral-politik” oligarchy, plutocracy, dan anarchy. Demokrasi melalui pemilihan umum langsung dengan biaya super mahal dan melahirkan konflik horizontal sampai anarkhisme.
Dalam era yang memuja kebebasan kader dan warga PKI (senior) bangkit untuk merebut cita-cita yang sejak dulu terkubur akibat kegagalan G30S/PKI. Melalui berbagai cara, terutama propaganda “pelurusan sejarah”, mereka memutarbalik sejarah dengan fitnah yang menjadi budaya moral politik mereka!
Bagaimanapun, akal dan budinurani SDM Indonesia Raya yang berjiwa Pancasila, akan senantiasa menghayati (verstehen, wawasan waskita) kebenaran sejati berdasarkan nilai fundamental asas kerokhanian bangsa, filsafat hidup Pancasila! Karenanya, apapun alasan dan hujatan kaum PKI (atheisme) secara filosofis-ideologis dan religious kita tidak dapat menerima validitasnya; karena Tuhan Yang Maha Esa saja mereka anggap tidak benar adanya; apalagi kebenaran sejarah --- yang mereka ciptakan dengan menghalalkan semua cara, termasuk fitnah! ---.
Dalam era reformasi mereka menulis sejarah versi atheisme: “pelurusan sejarah!” --- karena reformasi memuja kebebasan (=liberalisme), demokrasi (demokrasi liberal, ekonomi liberal) atas nama HAM, yang dalam praktek menjadi HAMPA!---.
Puncak romantika revolusi Indonesia ialah pengkhianatan mereka yang mengaku barisan revolusioner, penghujat anti-revolusi sebagai kaum kontra-revolusioner. Sejarah Indonesia Raya menyaksikan drama dan tragedi konspirasi komunis-internasional (komintern), (Victor M. Vic, 2005; Antonie Dake, 2006).
1. NKRI mengalami bencana dan tragedi nasional karena adanya kudeta G30S/PKI 1 Oktober 1965. Rakyat sebagai bangsa Indonesia mengalami tragedi nasional bermuara disintegrasi nasional!
2. Dalam dinamika dan momentum inilah rakyat membuktikan Kesetiaan dan Kebanggaan Nasionalnya atas integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 (sekalipun mereka digolongkan kaum : kontra-revolusioner), pembela NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang terpercaya!
Bangsa Indonesia yang religius setia menegakkan integritas filsafat dan ideologi Pancasila sebagai sistem filsafat theisme-religious --- yang dilanda ideologi marxisme-komunisme-atheisme!.

IV. SUPERSEMAR SEBAGAI MANDAT PENYUCIAN/SUBLIMASI SISTEM FILSAFAT DAN IDEOLOGI PANCASILA
Seluruh rakyat yang setia dasar negara dan ideologi Pancasila bangkit bersama TNI untuk bela NKRI dan menumpas-mengikis G30S/PKI yang meracuni integritas sistem filsafat dan ideologi Pancasila--- yang berjiwa theisme-religious kontra-marxisme-komunisme-atheisme. Ternyata dialektika revolusioner dan kaum kontra-revolusioner sungguh-sungguh menjadi perang ideologi!.

A. Pemberontakan PKI (G30S/PKI) : Makar/Pengkhianatan Pancasila dan Negara Proklamasi
Dalam kondisi negara yang amat kritis akibat makar G 30 S/PKI, keamanan nasional terancam disintegrasi bangsa, kemudian beberapa pejabat tinggi negara berusaha memulihkan keamanan dan stabilitas nasional…..
Bangkitnya rakyat Indonesia menumpas PKI adalah reaksi --- sebagai wujud hubungan sebab-akibat ---, karena tindakan makar PKI yang mengancam integritas NKRI sekaligus integritas kepribadian SDM Indonesia Raya yang bermoral Pancasila (istimewa berjiwa Ketuhanan Yang Maha Esa, Theisme-religious; sebagai bangsa yang beragama)!.
Adanya makar G30S/PKI amat menggoncangkan kehidupan nasional bangsa dan NKRI. Sejarah mencatat Indonesia cukup tergoncang dengan banyaknya korban rakyat yang menjadi sasaran keganasan PKI. Karenanya, reaksi rakyat se-nusantara juga amat keras dalam ….. : dibunuh atau membunuh!. Latar belakang G30S/PKI juga dengan rumus politiknya: didahului atau mendahului (PKI kudeta 1 Oktober 1965 dengan alasan mereka khawatir ditumpas oleh TNI karena berbagai fenomena gerakan revolusioner dalam revolusi Indonesia!).

B. Kebangkitan Orde Baru
Peristiwa kudeta G30S/PKI dihadapi seluruh komponen bangsa, mulai TNI, sampai pemuda pelajar (KAPPI), mahasiswa (KAMI), sarjana (KASI); sampai orsospol dan organisasi keagamaan.
Berbagai demonstrasi massa menuntut Presiden/PBR/Pangti ABRI Dr. Ir. Soekarno untuk membubarkan PKI dan semua mantel organisasinya. Terekam dalam sejarah Tri-Tura yang diperjuangkan mereka :
1. Bubarkan PKI
2. Bersihkan Kabinet dari elemen PKI; dan
3. Turunkan harga (perbaikan ekonomi)

Sementara kondisi nasional sejak 1 Oktober 1965 sampai Januari 1966 keamanan nasional tidak stabil, dan penumpasan PKI di luar kendali negara. Di berbagai kota besar se-Indonesia terus bangkit demonstrasi Tri-Tura; sampai terjadinya SP 11 Maret 1966 (terkenal sebagai : SUPERSEMAR) yang kita ketahui dinamika dan gejolaknya.
Berdasarkan SUPERSEMAR, MenPangad Letjend. Soeharto dapat melaksanakan Tri-Tura, sekaligus sebagai kebijaksanaan nasional pembersihan (penyucian/sublimasi) filsafat dan ideologi Pancasila dari anasir marxisme-komunisme-atheisme! Tegasnya, “asas budaya politik” NASAKOM JIWAKU dan NASAKOMISASI dengan mengikis PKI, integritas bangsa dalam NKRI adalah: NASAKOM (minus, likuidasi) KOM = NASA.
Potensi NASA adalah integritas potensi bangsa yang secara fundamental berwatak dan berkepribadian Pancasila.
MenPangad Soeharto dengan dukungan seluruh komponen bangsa dan berdasarkan SP 11 Maret dapat melaksanakan visi-misi penyucian filsafat dan ideologi Pancasila. Jadi, kesimpulan demikian terlukis dalam analisis fenomena sosial, mental dan moral Indonesia Raya:
1. Rakyat bangkit bersama TNI membela dan menegakkan integritas NKRI kita, berpuncak dengan Keputusan SP 11 Maret 1966 oleh Presiden/PBR/Pangti/Mandataris MPRS kepada Letjend. Soeharto sebagai MenPangad.
2. Men/Pangad Letjen Soeharto dengan hikmat kebijaksanaan dan kenegarawanan melaksanakan amanat dalam SP 11 Maret 1966 itu dengan penghayatan nilai moral Pancasila dalam integritasnya yang memancarkan martabatnya sebagai ; sistem filsafat theisme-religious terutama yang bermakna signifikan : menyelamatkan integritas NKRI sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dan Ajaran Bung Karno tentang Ideologi Negara Pancasila, dengan : membubarkan PKI beserta semua mantel organisasinya (Jadi, penyucian/sublimasi filsafat Pancasila secara fundamental sebagai sistem filsafat theisme-religious).
3. Keputusan dan ketetapan atas pembubaran PKI (marxisme-komunisme-atheisme), sebagai wujud kesaktian nilai Tuhan Yang Maha Esa yang mengamanatkan NKRI (sebagai termaktub dalam Pembukaan UUD 45 alinea 3). Keputusan negara ini menjadi Monumen sejarah nasional sebagai Kebangkitan Orde Baru dengan visi-misi : “Melaksanakan Pancasila-UUD 45 secara murni dan konsekuen!”.

V. BANGSA DAN NKRI DALAM TANTANGAN: GLOBALISASI-LIBERALISASI DAN POSTMODERNISME
Dinamika Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme sesungguhnya adalah gelombang negara adidaya untuk merebut supremasi ideologi liberalisme-kapitalisme; sebagai otoritas neo-imperialisme dunia. Dinamika ini juga sinergis dengan gelombang Postmodernisme yang laksana badai menggoda dan melanda bangsa dan negara modern, terutama bangsa negara berkembang. Fenomena dimaksud nampak dalam karsa elite untuk mempelopori reformasi---karena merasa warisan nilai lama perlu di reformasi ---, meskipun ternyata menjadi bencana yang dapat meruntuhkan integritas nasional dan integritas negara !.
Kita menyaksikan bagaimana reformasi glasnost dan perestroika yang dicanangkan Michael Gorbachev di Unie Soviet kemudian r u n t u h menjadi negara tidak berdaya dan “ m u r t a d “ dari ideologi marxisme-komunisme-atheisme !. (McCoubrey & Nigel D. White 1996 : 109 - 132)

Catatan: Runtuhnya negara adidaya Unie Soviet menjadi negara tidak berdaya, namun rakyatnya bersyukur dapat kembali memuja Tuhan (Agama, Theisme) sehingga negara Rusia sekarang amat sangat meningkat kemakmuran dan kejayaannya.

A. Tantangan Nasional : Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme
Menyelamatkan bangsa dan NKRI dari tantangan demikian (baca: keruntuhan sebagaimana yang dialami Unie Soviet), maka bangsa Indonesia wajib meningkatkan kewaspadaan nasional dan ketahanan mental-ideologi Pancasila. Visi-misi demikian terutama meningkatkan wawasan nasional dan kepercayaan nasional (kepercayaan diri) agar SDM warganegara kita mampu mewaspadai tantangan: globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme dan neo-PKI/KGB!
Kemampuan menghadapi tantangan yang amat mendasar dan akan melanda kehidupan nasional ---sosial-ekonomi dan politik, bahkan mental dan moral bangsa---maka benteng terakhir yang diharapkan mampu bertahan ialah keyakinan nasional atas kebenaran dan kebaikan (baca: keunggulan) dasar negara Pancasila baik sebagai jatidiri bangsa dan filsafat hidup bangsa (Volksgeist, Weltanschauung), sekaligus sebagai dasar negara (ideologi negara, ideologi nasional). Hanya dengan keyakinan nasional ini manusia Indonesia tegak-tegar dengan keyakinannya yang benar dan terpercaya: bahwa sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari filsafat Timur memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Sebagai jiwa UUD negara yang menjiwai dan melandasi budaya dan moral politik Indonesia dalam integritas sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Bandingkan dengan ajaran filsafat kapitalisme-liberalisme yang beridentitas individualisme-materialisme-sekularisme-pragmatisme (neo-imperialisme) akan hampa spiritual religius sebagaimana juga identitas ideologi marxisme-komunisme-atheisme! Kapitalisme-liberalisme memuja kebebasan dan HAM demi kapitalisme (baca: materi, kekayaan sumber daya alam yang dikuasai neoimperialisme): dalam praktek politik dan ekonomi liberal, yang menjajah Irak awal abad XXI ---negara adidaya yang bergaya pembela HAM di panggung dunia!--- ternyata HAM yang HAMPA!. Mengapa bangsa-bangsa beradab, bahkan PBB sebagai organisasi dunia yang beradab tetap bungkam ?!
Tantangan globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme dapat berwujud adanya degradasi wawasan nasional dan wawasan ideologi nasional. Demikian pula adanya degradasi mental ideologi, seperti budaya demokrasi liberal dan HAM individualisme-egoisme--- bukan kesatuan dan kerukunan sebagai asas moral filsaafat dan ideologi bangsanya---. Perhatikan beberapa fenomena sosial politik dan ekonomi (neo-liberal) dalam era reformasi sebagai praktek budaya: kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme dalam hampir semua bidang kehidupan Indonesia, bermuara sebagai neoimperialisme! Sinergis dengan kondisi global maka dalam NKRI juga tantangan kebangkitan neo-PKI / KGB, terutama dalam fenomena berikut :
1. Watak setiap ajaran filsafat dan ideologi dengan asas dogmatisme senantiasa merebut supremasi dan dominasi atas berbagai ajaran filsafat dan ideologi yang dipandangnya sebagai saingan. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang dianut negara-negara Barat sebenarnya telah merajai kehidupan berbagai bangsa dan negara: politik kolonialisme-imperialisme. Karena itulah, ketika perang dunia II berakhir 1945, meskipun mereka meraih kemenangan atas German dan Jepang, namun mereka kehilangan banyak negara jajahan memproklamasikan kemerdekaan, termasuk Indonesia. Sejak itulah penganut ideologi kapitalisme-liberalisme menetapkan strategi politik neo-imperialisme untuk melestarikan penguasaan ekonomi dan sumber daya alam di negara-negara yang telah mereka tinggalkan (disusun strategi rekayasa global, 1947).
2. Melalui berbagai organisasi dunia, mulai PBB, World Bank dan IMF sampai APEC dipelopori Amerika Serikat mereka tetap sebagai kesatuan Sekutu dan Unie Eropa dalam perjuangan merebut supremasi politik dan ekonomi dunia (neo-imperialisme). Lebih-lebih dengan berakhirnya perang dingin (1950-1990) mereka makin menunjukkan supremasi politik neoimperialisme!
3. Hampir semua negara berkembang yang kondisi ipteks, industri dan ekonomi amat tergantung kepada negara maju (G-8) maka melalui bantuan modal pembangunan baik bilateral maupun multilateral, seperti melalui IMF dan World Bank, termasuk IGGI kemudian CGI semuanya mengandung strategi politik ekonomi negara Sekutu (USA dan UE).
4. Melalui kesepakatan APEC, mereka mempropagandakan doktrin ekonomi liberal, atas nama ekonomi pasar ---tidak boleh ada proteksi demi peningkatan kemampuan dan kemandirian---. Sementara potensi ekonomi berbagai negara berkembang tanpa proteksi, tanpa daya saing yang memadai...... semuanya dilumpuhkan dan ditaklukkan. Tercapailah politik supremasi ekonomi kapitalisme-liberalisme, sebagai neo-imperialisme.
5. Sesungguhnya sejak dimulai perang dingin (sekitar 1950 – 1985) Sekutu telah menampilkan watak untuk merebut dominasi dan supremasi politik internasional. Kondisi perang dingin yang amat panjang meskipun menguras dana dan biaya perang (angkatan perang dan persenjataan), namun juga dijadikan media propaganda bahwa otoritas supremasi politik dan ideologi dunia tetap dimiliki Blok Barat. Supremasi politik dan ideologi ini juga didukung oleh supremasi ipteks .......sehingga banyak intelektual negara berkembang (baca: negara GNB) yang belajar ipteks ke negara-negara blok Barat. Sebagian intelektual kita itu telah tergoda dan terlanda wawasan politiknya, sehingga sebagai elite reformasi mempraktekkan demokrasi liberal, ekonomi liberal, bahkan juga budaya negara federal!

Ternyata kemudian, mereka telah dididik juga sebagai kader pengembang ideologi dan politik ekonomi kapitalisme-liberalisme ---termasuk dalam NKRI---. Kepemimpina mereka belum membuktikan keunggulannya dalam mengatasi multi –krisis nasional yang makin menghimpit rakyat warga bangsa tercinta. Kondisi buruk ini dapat menjadi lahan subur bangkinya neo-PKI/KGB yang berpropaganda menjadi ”penyelamat ” kaum miskin dan buruh tani dalam NKRI! Inilah fenomena dan bukti sebagian elite dalam NKRI tergoda dan terlanda ideologi neo-liberalisme dan neo-komunisme!

INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA


*) = UUD 45 Amandemen, dengan kelembagaan negara (tinggi) : = Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY)
(MNS, 2007)
B. Tantangan Nasional dalam Era Reformasi
Pemerintahan dan kelembagaan negara era reformasi, bersama berbagai komponen bangsa berkewajiban meningkatkan kewaspadaan nasional yang dapat mengancam integritas nasional dan NKRI.
Tantangan nasional yang mendasar dan mendesak untuk dihadapi dan dipikirkan alternatif pemecahannya, terutama:
1. Amandemen UUD 45 yang sarat kontroversial; baik filosofis-ideologis bukan sebagai jabaran dasar negara Pancasila, juga secara konstitusional amandemen cukup memprihatinkan karena berbagai konflik kelembagaan. Berdasarkan analisis demikian berbagai kebijaksanaan negara dan strategi nasional, dan sudah tentu program nasional mengalami distorsi nilai ---dari ajaran filsafat Pancasila, menjadi praktek budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme---. Terutama demokrasi liberal dan ekonomi liberal……..bermuara sebagai supremasi neo-imperialisme!
2. Elite reformasi dan kepemimpinan nasional hanya mempraktekkan budaya demokrasi liberal atas nama HAM; yang aktual dalam tatanan dan fungsi pemerintahan negara (suprastruktur dan infrastruktur sosial politik) hanyalah: praktek budaya oligarchy, plutocracy.......bahkan sebagian rakyat mempraktekkan budaya anarchy (anarkhisme)!
3. Rakyat Indonesia mengalami degradasi wawasan nasional ---bahkan juga degradasi kepercayaan atas keunggulan dasar negara Pancasila, sebagai sistem ideologi nasional---. Karenanya, elite reformasi mulai pusat sampai daerah mempraktekkan budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme. Jadi, rakyat dan bangsa Indonesia mengalami erosi jatidiri nasional!
4. NKRI sebagai negara hukum, dalam praktek justru menjadi negara yang tidak menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Pancasila – UUD 45. Praktek dan “budaya” korupsi makin menggunung, mulai tingkat pusat sampai di berbagai daerah: Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kekayaan negara dan kekayaan PAD bukan dimanfaatkan demi kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, melainkan dinikmati oleh elite reformasi. Demikian pula NKRI sebagai negara hukum, keadilan dan supremasi hukum; termasuk HAM belum dapat ditegakkan.
5. Tokoh-tokoh nasional, baik dari infrastruktur (orsospol), maupun dalam suprastruktur (lembaga legislatif dan eksekutif) hanya berkompetisi untuk merebut jabatan dan kepemimpinan yang menjanjikan (melalui pemilu dan pilkada). Berbagai rekayasa sosial politik diciptakan, mulai pemekaran daerah sampai usul amandemen UUD 45 (tahap V) sekedar untuk mendapatkan legalitas dan otoritas kepemimpinan demi kekuasaan. Sementara kondisi nasional rakyat Indonesia, dengan angka kemiskinan dan pengangguran yang tetap menggunung belum ada konsepsi alternatif strategis pemecahannya. Kondisi demikian dapat melahirkan konflik horisontal dan vertikal, bahkan anarchisme sebagai fenomena sosio-ekonomi-psikologis rakyat dalam wujud stress massal dan anarchisme!
6. Pemujaan demokrasi liberal atas nama kebebasan dan HAM telah mendorong bangkitnya primordialisme kesukuan dan kedaerahan. Mulai praktek otoda dengan budaya negara federal sampai semangat separatisme. Fenomena ini membuktikan degradasi nasional telah makin parah dan mengancam integritas mental ideologi Pancasila, integritas nasional dan integritas NKRI, dan integritas moral (komponen pimpinan, manusia, bangsa!)
7. Momentum pemujaan kebebasan (neo-liberalisme) atas nama demokrasi dan HAM, dimanfaatkan partai terlarang PKI untuk bangkit. Mulai gerakan “pelurusan sejarah” ---terutama G.30S/PKI--- sampai bangkitnya neo-PKI sebagai KGB melalui PRD dan Papernas. Mereka semua melangkahi (baca: melecehkan Pancasila – UUD 45) dan rambu-rambu (= asas-asas konstitusional) yang telah berlaku sejak 1966, terutama:
a. Bahwa filsafat dan ideologi Pancasila memancarkan integritas sebagai sistem filsafat dan ideologi theisme-religious. Artinya, warga negara RI senantiasa menegakkan moral dan budaya politik yang adil dan beradab yang dijiwai moral Pancasila berhadapan dengan separatisme ideologi: marxisme-komunisme-atheisme yang diperjuangkan neoPKI / KGB dan antek-anteknya.
b. UUD Proklamasi seutuhnya memancarkan nilai filsafat Pancasila: mulai Pembukaan, Batang Tubuh (hayati: Pasal 29) dan Penjelasan UUD 45.
c. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan dikukuhkan Tap MPR RI No. I/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4.
d. Tap MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa; dan
e. Undang Undang No. 27 tahun 1999 tentang Keamanan Negara ( yang direvisi, terutama Pasal 107a—107f).
Perhatikan dan hayati isi nilai dalam skema 2
Praktek dan Budaya Neo-Liberalisme Menggoda dan Melanda NKRI
Dunia postmodernisme makin menggoda dan melanda dunia melalui politik supremasi ideologi. Kita semua senang dan bangga, menikmati kebebasan dan keterbukaan atas nama demokrasi dan HAM, tanpa menyadari bahwa nilai-nilai neoliberalisme menggoda dan melanda sehingga terjadi degradasi wawasan nasional, sampai degradasi mental dan moral sebagian rakyat bahkan elite dalam era reformasi.
Sebagian elite reformasi bangga dengan praktek reformasi yang memuja kebebasan (=liberalisme) atas nama demokrasi (demokrasi liberal) dan HAM (HAM yang dijiwai individualisme, materialisme, sekularisme) sehingga rakyat Indonesia masih terhimpit dalam krisis multi dimensional.
Harapan berbagai pihak dengan alam demokrasi dan keterbukaan, nasib rakyat akan dapat diperbaiki menjadi lebih sejahtera dan adil sebagaimana amanat Pembukaan UUD 45 : “ ........ memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa .... “ dapat terlaksana, dalam makna SDM Indonesia cerdas dan bermoral! Tegasnya, bukan euforia reformasi dengan budaya demokrasi neo-liberal dalam praktek oligarchy, plutocracy dan anarchy…….berwujud konflik horisontal…..degradasi wawasan nasional dan moral (korupsi menggunung) dapat bermuara disintegrasi bangsa dan NKRI.
Sesungguhnya, dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama demokrasi dan HAM, ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan neoimperialisme melalui ekonomi liberal. Analisis ini dapat dihayati melalui bagaimana politik pendidikan nasional (UU RI No: 9 tahun 2009 tentang BHP sebagai kelanjutan PP No. 61 / 1999) yang membuat rakyat miskin makin tidak mampu menjangkau.
Bidang sosial ekonomi, silahkan dicermati dan dihayati Perpres No. 76 dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan terbuka, yang mengancam hak-hak sosial ekonomi bangsa masa depan!
Demokrasi liberal dengan biaya amat mahal beserta social cost yang cukup memprihatinkan ---konflik horisontal, sampai anarkhisme yang bermuara disintegrasi bangsa --- adalah tragedi penyimpangan elite reformasi dalam menegakkan sistem kenegaraan Pancasila! ----lebih-lebih pasca Amandemen UUD Proklamasi 45, menjadi : UUD 2002 !

POKOK-POKOK PIKIRAN DAN PERTIMBANGAN
Refleksi (renungan) sejarah nasional --- istimewa Supersemar --- membangkitkan kesadaran mental-moral bangsa untuk bersyukur dan bangga bahwa integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa terselamatkan. Keselamatan berlanjut dengan visi-misi: Melaksanakan Pancasila-UUD 45 secara murni dan konsekuen; terutama dengan :

A. Kebijaksanaan Negara dalam Era Orde Baru; terutama :
1. Menegakkan demokrasi (berdasarkan) budaya dan moral Pancasila;
2. Menegakkan asas konstitusional; UUD Proklamasi 45
3. Melaksanakan Pembangunan Nasional (PJP I: 25 tahun pertama); dan dirancang PJP II: 25 tahun kedua
4. Menegakkan asas dasar negara Pancasila sebagai satu-satunya asas (asas tunggal: UU No. 5/1985)
5. Pendidikan dan pembudayaan nilai dasar negara Pancasila-UUD Proklamasi 45 (melalui P4) --- termasuk membudayakan asas tabu SARA; --- (sekarang: dilangkahi: rakyat SARA, sengsara!).

B. Era Reformasi
Kita semua menghayati dengan berbagai keprihatinan, terutama sebagai terlukis dalam Bagian V B Tantangan Nasional dalam Era Reformasi.
Fenomena reformasi dapat meruntuhkan Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45; bahkan meruntuhkan mental dan moral rakyat warganegara Indonesia Raya --- degradasi wawasan nasional, jatidiri nasional… sampai terlanda mental-moral; individualisme, materialisme, anarkhisme; bahkan sekularisme dan atheisme! ---
Reformasi wajib kita nilai (AUDIT) berdasarkan asas moral dasar negara dan ideologi negara Pancasila-UUD Proklamasi 45!

C. Kebijakan Negara dan Komponen Bangsa Bhayangkari Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, dengan Alternatif :
1. Kembali menegakkan UUD Proklamasi 45 sejati (original);
2. Membudayakan Dasar Negara dan Ideologi Negara Pancasila secara melembaga (Lintas Kementerian dan Non-Kementerian)
3. SDM Indonesia Raya, istimewa generasi muda dididik kesadaran dan kebanggaan atas Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45, melalui: PKn, Pendidikan Filsafat Pancasila di Perguruan Tinggi; dan Mimbar Pancasila bagi rakyat se-Nusantara

D. Pengembangan dan Pewarisan Visi-Misi Orde Baru
Melalui Memorandum Nasional/Deklarasi Nasional, bersama semua komponen bangsa yang setia dan bangga dengan visi-misi: Melaksanakan Pancasila-UUD Proklamasi 45 secara Murni dan Konsekuen, perlu dibentuk dan dikembangkan

LEMBAGA NASIONAL
PEMBUDAYAAN FILSAFAT DAN IDEOLOGI NASIONAL PANCASILA

Visi-misi dan aktualisasinya insya Allah menjamin SDM warganegara NKRI sebagai generasi penerus, penegak dan bhayangkari negara Pancasila wajarlah semua rakyat warga bangsa Indonesia Raya menghayati dan mengamalkan filsafat Pancasila (sebagai filsafat hidup, dasar negara, ideologi negara!). Visi-Misi demikian makin mendesak sebagai kesiapan Ketahanan Nasional menghadapi TANTANGAN GLOBALISASI-LIBERALISASI DAN POSTMODERNISME sebagai terlukis dalam skema 2.
SDM dengan integritas demikian adalah perwujudan Ketahanan Nasional yang fundamental.
Demikian sebagai bahan pertimbangan dan renungan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa mengayomi dan memberkati bangsa Indonesia dalam Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Malang, 11 Maret 2010
Laboratorium Pancasila
Universitas Negeri Malang (UM)
Ketua,
Prof. Dr. Mohammad Noor Syam, SH
(Guru Besar Emeritus UM)




KEPUSTAKAAN
Aco Manafe. 2007. TEPERPU Mengungkap Pengkhianatan PKI pada Tahun 1965 dan Proses Hukum bagi Para Pelakunya. Jakarta, PT. Pustaka Sinar Harapan
Antonie CA Dake 2006: Soekarno File (berkas-berkas Soekarno 1965-1967) Kronologi suatu Keruntuhan, Aksara Karunia
Atmadji Sumarkidjo. 2006. Jenderal M. Jusuf Panglima Para Prajurit. Jakarta, Kata Hasta Pustaka
Avey, Albert. E., 1961 : Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc.
Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.
Edwards, Paul (editor), 1972: The Encyclopaedia of Philosophy, vol. 1 – 8, New York, MacMillan Publishing Co. Inc & The Free Press.
Encyclopaedia Britannica, Micropaedia 1982, vol. I – X, Chicago, The University of Chicago.
Encyclopaedia Britannica, Macropaedia 1982, vol. 1 – 20, Chicago, The University of Chicago.
Fadli Zon & M Halwan Aliudidin 2005: Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948. Jakarta, Komite WaspadaKomunisme
Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni.
Karl Marx & Engels 1955: On Religion (2nd edition) Moscow, Foreign Language Publishing House.
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
Markonina Harusekar & Akrin Isjani Abadi 2001: Mewaspadai Kuda Troya Komunisme di Era Reformasi (cetakan-3). Jakarta Pustaka Sarana Kajian.
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.
Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratotium Pancasila.
------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
Moeljanto, D.S. & Taufiq Ismail 2008 : Prahara Budaya, Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk (Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah) (cetakan V), Jakarta, Penerbit Mizan bekerjasama dengan HU Republika
Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.
Pakasi, Johan 2005: 1 Oktober 1965 Kudeta Soeharto. Jakarta Lembaga Penelitian Korban Peristiwa 1965
Roosa, John 2008: Dalih Pembunuhan Massal G30S dan Kudeta Soeharto. Jakarta, Institut Sejarah Sosial Indonesia Hasta Mitra.
Rosihan Anwar H. 2006 : Sukarno, Tentara, PKI (Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961 – 1965). Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Sekretariat Negara RI 1980 : 30 Tahun Indonesia Merdeka (Cetakan ketiga). Jakarta, PT. Tira Pustaka.
Sekretariat Negara RI 1994 : Gerakan 30 September. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Jakarta, Sekretariat Negara RI.
Samsudin (Mayjen) 2004 : Mengapa G-30 S/PKI Gagal ? (Suatu Analisis). Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Sartono Kartodirdjo dkk 1977: Sejarah Nasional Indonesia V-VI, Jakarta Depdikbud, Balai Pustaka.
Sulastomo 2006: Dibalik Tragedi 1965, Jakarta, Penerbit Yaysan Pustaka Umat.
Taufiq Ismail 2005: Katastrofi Mendunia Marxisma, Leninisma, Stalinisma, Maoisma dan Narkoba (edisi 3), Jakarta, Yayasan Titik Infinitum
UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO
UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966; 2001, 2003)
UUD Proklamasi 1945; UUD 45 (Amandemen) 1999 – 2002
UU No. 27 tahun 1999; dan UU No. 20 tahun 2003
Victor M. Fic 2005: Kudeta 1 Oktober 1965 sebuah Studi tentang Konspirasi. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia
Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, U